[A.2.2.1 P0_25 A-3] The line is pronounced by four groups., [A.2.2.1 P0_25 A-3] Sajak yang dituturkan oleh empat kelompok. (Indonesian), [A.2.2.1 P0_25 A-3] Le vers est énoncé par quatre groupes (French)

Public

The badong sipenda'pa (‘badong in four’) is also called patang tetuk (‘in four corners’). The line is pronounced by the four ‘corners’ in succession. Each soloist group makes its contribution. Group 1 often pronounces three syllables, groups 2 and 3 two syllables, and group 4 one. After the first round when the line has been pronounced, the singers do another, with a different line that is a clausula in the form of praise: the first says ‘alas’ (oyode), the second ‘what a pity’ (kallae), the third ‘golden chignon’ (lokkon bulayan) or ‘golden horns’ (tanduk bulayan) for a man, and the fourth ‘gold leaf’ (don bulayan), then oh mother or oh father (o indo’/o ambe). In this model, the relationships of the voices are equal in status.

Le badong sipenna’pa « badong à 4 » est aussi appelé patang tetuk « en 4 coins ». Le vers est énoncé par la succession des « 4 coins ». Chaque groupe soliste apporte sa contribution pour reconstituer le vers. Dans ce modèle, les groupes sont dans un rapport équistatuaire. (French)

Melalui badong si penna’pa’, “badong berempat”, yang juga disebut patang tetuk, “bersudut empat”, sajak dikemukakan dalam rentetan empat “sudut”. Masing-masing dari 4 kelompok solis memberikan kontribusinya. Kelompok pertama biasanya mengutarakan tiga suku kata, kelompok 2 dan 3 dua suku kata dan kelompok 4 sebuah suku kata. Sekali putaran pertama telah terlaksana, sekali sajak telah diutarakan, para penyanyi akan memulai putaran baru lagi dengan menggunakan sebuah sajak yang lain yang merupakan sebuah klausul berbentuk madah pujian. Yang pertama mengatakan “Aduhai!” (Oyode!), yang kedua berkata “Sangat disayangkan” (Kallae!), sedangkan yang ketiga mengatakan “Sanggul emas!” (Kollong bulaan!) untuk wanita atau “Tanduk emas!” (Tanduk bulaan!) untuk lelaki. Adapun kelompok empat akan mengatakan “Daun emas! (Daun bulaan!), yang disusul dengan “Oh bunda!” (O indo’!) atau “Oh ayah!” (O ambe’!). Melaui model ini, suara berada dalam suatu hubungan “status yang seimbang” (equistatuaire). (Indonesian)

Parent Collections (1)