[A.1.3.2 P0_17] Turning around, i.e., the necessary passage from the setting to the rising, is the principle on which the ritual dynamic is based., [A.1.3.2 P0_17] Le retournement, c'est-à-dire le nécessaire passage du couchant au levant, est le principe fondateur de la dynamique rituelle. (French), [A.1.3.2 P0_17] Peralihan yang diartikan sebagai perpindahan dari sebelah matahari terbenam” ke “sebelah matahari terbit”, merupakan prinsip dasar dinamika ritual. (Indonesian)

The turnaround obliges every being to ‘turn around’ a funeral rite with a rite in the East. It enables the shade to change into an ancestor and then into divinity so as to regain its vital energy. Prosperity is only possible if this turnaround is performed: filial duty is only fulfilled after this assistance to the dead transforms the deceased into ancestors, through the performance of the rituals of the East. The ritual cycle itself is called ‘rule of turnaround’ (aluk pembalikan).

Le retournement oblige tout être à « retourner » un rite funéraire par un rite au Levant. Il permettra à l’ombre de se transformer en ancêtre puis en divinité afin de retrouver son énergie vitale. La prospérité n’est possible que si ce retournement est réalisé : ce n’est qu’après l’assistance aux morts transformés en ancêtres puis après avoir fait tous les rituels du Levant que le devoir filial est accompli. Le cycle rituel lui-même est nommé par les officiants « règle du retournement » aluk pembalikan. (French)

Peralihan mengharuskan setiap makhluk “beralih” dari sebuah ritus rampe matampu’ (“di sebelah matahari terbenam”) ke sebuah ritus rampe matallo (“di sebelah matahari terbit”). Hal ini memungkinkan bayangan untuk beralih menjadi leluhur, kemudian sebagai dewata dalam rangka penemuan kembali energi vitalnya. Kemakmuran hanya akan dapat tercapai bila peralihan ini telah terlaksana: hanya dengan bantuan kepada mereka yang telah meninggal dunia untuk menjadi leluhur, yang disusul dengan pelaksanaan ritus rampe matallo (“di sebelah matahari terbit”), maka kewajiban seorang anak dianggap telah terlaksana. Siklus ritual itu sendiri disebut oleh para pemangku adat sebagai “aturan peralihan” (aluk pembalikan). (Indonesian)